Posted by : Unknown Kamis, 26 Mei 2016

Yosh! ini gue buat sendiri cerpennya berdasarkan alur cerita Shigatsu wa Kimi no Uso. Tapi ada beberapa adegan yang engga gue tulis, capek bro :v gue aja nulis sambil nonton animenya ampe nangis :v ga kuat gue nonton anime ini :v ini menurut gue anime paling sedih, gue nangis ampe ngeluarin suara :v oh iye, ini namanya ada yang gue ganti Watari jadi Franky, Tsubaki jadi Rebecca :v gue ambil dari nama karakter One Piece :'v




KEBOHONGANMU DI BULAN APRIL


Cerita diawali oleh pianis yang berumur 14 tahun bernama Arima. Sejak umur 6 tahun Arima selalu diajarkan oleh ibunya bermain piano sehingga ia juara kontes piano. Arima sangat menyayangi ibunya, walaupun metode yang diajarkan ibunya itu sangat keras. Setiap waktu ia bermain piano tanpa henti, ia ingin bermain bersama temannya dan dilarang ibunya, terkadang ia sering dibentak dan dipukul karena kesalahan dalam bermain pianonya. Suatu ketika ibunya sedang sakit Arima terus dipaksa bermain piano oleh ibunya, Arima yang merasa kesal karena sikap ibunya, ia membantah perintah ibunya. Ia tidak mau bermain untuk ibunya lagi. Tetapi tuhan tidak berpihak kepada ibunya, Arima yang merasa terpukul mendengar ibunya sudah meninggal ia berjanji tidak akan bermain piano lagi karena rasa trauma yang dialaminya.

8 tahun kemudian Arima merasa hari-harinya tak berwarna. Ia memiliki sahabat yang bernama Franky dan Rebecca, mereka berada dikelas yang sama. Suatu hari Arima dan Rebecca pulang bersama.

“Kalau kita lagi jatuh cinta, dunia jadi kelihatan berwarna.” Ucap Rebecca.
“Rasanya tidak akan ada orang yang suka sama aku.” Arima membalas.
“Matamu kelihatan suram tuh! Kita kan baru 14 tahun.” Lalu Rebecca memarahinya.
“Terserah deh.” Arima menjawab dengan singkatnya.

Arima menganggap Rebecca sebagai kakaknya dan terus memarahi Arima. Beberapa hari kemudian Arima bertemu dengan seorang gadis cantik yang sedang bermain biola di taman, ia merasa terkesan hingga mengambil fotonya tanpa izin.

“Kamu siapa? Mengambil fotoku tanpa izin! Dasar mesum.” Ujar gadis cantik itu sambil memukul biola ke Arima.
“Eh iya iya maaf.” Ucap Arima.
“Hoi Kaori!” Teriak Rebecca sambil membawa Franky.
“Eh Rebecca haha.” Ucap gadis cantik itu.
“Loh ada Arima juga ya.” Ujar Rebecca.

Rebecca ingin memperkenalkan Franky kepada gadis cantik itu.

“Hallo namaku Kaori, kita berada disekolah yang sama hehe.” Ucap gadis cantik yang bernama Kaori itu sambil bersalaman tangan.
“Oh ya namaku Franky hehe.” Ucap Franky sambil bersalaman tangan.
“Wah cantik banget, good job Rebecca haha.” Ucap Franky dalam hati.
“Loh langsung berubah jadi genit gitu, tadi galak.” Ucap Arima dalam hati.
“Oh iya walaupun dia temannya si A ini Arima.” Ujar Rebecca sambil memukul punggung Arima.
“Oh maafkan sikapku yang tadi, ya.” Ucap Kaori sambil tersenyum.
“Awas ya kalau kamu berani macam-macam lagi!” Terus Kaori sambil membisikkan ke Arima.
 “Waduh.” Ucap Arima.
“Hei Arima bisa-bisanya kau dekati dia duluan.” Ucap Rebecca sambil mengelus-elus rambut Arima.
“Itu tadi cuma kebetulan saja.” Terus Arima.
“Tapi sayang banget ya Kaori itu suka sama Franky, hari ini kamu cuma jadi figuran. Kamu ini hanya temannya si A, temannya Franky. Mending nyerah saja deh.” Ucap Rebecca.
“Siapa juga yang suka sama cewek ganas itu.” Terus Arima.

Franky dan Kaori sedang asik-asiknya bercanda.

“Oh iya sebentar lagi aku tampil, aku harus cepat ke Towa Hall.” Ujar Kaori sambil membawa alat musik.
“Kamu tampil untuk apa?” Tanya Franky.
“Aku ini violinis.” Terus Kaori.
“Violinis? Wah hebat.” Ucap Franky dengan wajah kagumnya.
“Ayo ikut Arima.” Ujar Rebecca.
“Aku tidak usah deh.” Terus Arima.
“Kamu ikut juga yuk.” Ucap Kaori sambil memegang tangan dan menarik Arima.

Towa Hall adalah tempat kompetisi biola serta piano yang diadakan setiap setahun sekali pada bulan April. Ketika sampai di Towa Hall, Arima dibicarakan orang lain karena ia mendadak berhenti bermain piano. Lalu pengiring piano Kaori tidak bisa datang. Kaori yang sudah tahu kalau Arima bisa bermain piano ia pun memohon dengan paksa kepada Arima untuk menjadi pengiringnya.

“Hey, jadilah pengiringku nanti ya. Kalau tidak, mau kupukul nanti?” Ucap Kaori dengan paksaannya.
“Maaf, aku tidak bisa mendengar suara piano. Semakin aku berkonsentrasi semakin dalam permainanku, suara dari yang kumainkan semakin jauh dari jangkauanku, seperti daun yang terbawa angin musim semi lalu menghilang. Hanya suara dari permainanku yang tidak bisa kudengar. Sudah pasti ini hukuman.” Terus Arima dengan wajah sedihnya.
“Jangan cengeng! Terima ini! Bermainlah meski kau tidak bisa bermain! Meski kau sedih kau harus bermain!” Ucap Kaori sambil menendang kaki Arima.
“Iya, mungkin itu benar untukmu.” Balas Arima.
“Saat kau jatuh cinta padanya, dia akan berkilauan di matamu.” Ucap Franky dalam ingatan Arima.
“Saat aku bersamamu, aku mulai mengerti apa yang dikatakan Franky.” Ucap Arima dalam hati.
“Nah kau mau kan jadi pengiringku?” Ujar Kaori.
“Aku tidak bisa bermain piano lagi.” Ucap Arima dengan wajah kecewanya.
“Aku mohon padamu, tolong jadilah pengiringku. Tolong sedikit saja, bantulah aku saat ini saja.” Ucap Kaori dengan badan membungkuk sambil menangis.
“Akan kulakakukan, aku akan menjadi pengiringmu. Kalau jelek aku tidak bertanggung jawab loh.” Balas Arima sambil menghapuskan air mata Kaori.
“Terima kasih Arima.” Ucap Kaori sambil tersenyum.

Saat diruang tunggu, Arima langsung latihan ia tidak punya cukup waktu untuk latihan karena permintaan Kaori yang mendadak. Lalu mereka pun dipanggil untuk tampil dipanggung. Semua orang termasuk Franky dan Rebecca pun kaget melihat Arima menjadi pengiring Kaori. Saat bermain, Kaori mengubah tempo permainan biolanya. Tak lama kemudian permainan piano Arima pun menjadi berantakan, ia mulai kehilangan suara dari suara pianonya. Kemudian Arima pun menghentikan permainan pianonya, semua orang serta para juri kaget melihat Arima menghentikan permainan pianonya. Saat selesai penonton hanya diam membisu, semua penonton pun kecewa. Lalu Kaori ingin meminta memainkan musik satu kali lagi, semua penonton kebingungan karena mereka memainkannya lagi. Tak lama kemudian Arima memainkan pianonya lagi walaupun suaranya masih berantakan, mereka berdua memainkan sudah diluar kendali seperti berkelahi. Penonton pun jadi ikut terbawa suasana perkelahian mereka. Kemudian saat selesai penonton bertepuk tangan untuk mereka, para juri kesal dengan gaya permainan mereka. Sudah pasti mereka tidak lolos ke babak berikutnya. Disaat itulah tiba-tiba Kaori jatuh pingsan diatas panggung, ia langsung dilarikan ke rumah sakit. Saat selesai Arima, Franky dan Rebecca menjenguk Kaori yang dirumah sakit.

“Bikin kami kaget saja, sampai dirawat  inap begini.” Ucap Rebecca.
“Ayahku hanya terlalu khawatir, jadi untuk jaga-jaga aku dirawat inap.” Balas Kaori.
“Apa sebelumnya pernah pingsan seperti ini?” Tanya Arima.
“Ini pertama kalinya. Aku memang punya anemia, sepertinya aku terlalu memaksakan diri.” Balas Kaori.
“Ini ada kue caneles, dimakan ya. Sudah saatnya kami pulang, kami tidak boleh lama-lama di sini.” Ucap Rebecca sambil meletakkan kue canelesnya di meja.
“Huh? Aku mau menginap di sini.” Ujar Franky.
“Sampai ketemu di sekolah ya, Kaori.” Ucap Rebecca sambil mendorong Franky.
“Hei, apa kau sudah bermain piano lagi?” Tanya Kaori.
“Tidak, aku belum bermain piano.” Balas Arima.
“Meski begitu, kau tidak bermain? Kau takkan bisa melupakannya.” Ucap Kaori.

Kemudian mereka meninggalkan rumah sakit tersebut. Ketika di luar rumah sakit Franky sedang menelepon seseorang.

“Cepat, cepat! Kamu ada engga?” Tanya Franky lewat teleponnya.
“Apa yang kau bicarakan dengan Kaori?” Tanya Rebecca.
“Huh? Bukan sesuatu yang penting kok.” Jawab Franky.
“Kalau begitu tidak apa kan kalau memberitahuku.” Ucap Rebecca.
“Violet! Ini aku, Franky. Iya, iya. Apa kau sibuk sekarang?” Ucap Franky lewat teleponnya.
“Huh? Dasar playboy.” Ujar Rebecca

Beberapa hari kemudian saat Arima pulang dari sekolah, ia melihat Kaori sedang duduk dibangku depan sekolah.

“Kamu sudah keluar dari rumah sakit? Sedang apa kau di sini?” Tanya Arima.
“Hmm sudah, lagi menunggu Franky aku menunggu di sini karena ingin memberi kejutan.” Balas Kaori.
“Saat selesai latihan aku mau langsung pulang bersama Violet.” Ucap Franky dalam ingatan Arima.
“Dia masih ada latihan di ekskulnya.” Balas Arima.
“Oh aku mau lihat dia latihan, ah.” Ucap Kaori.
“Eh? Dia sebentar lagi mau ikut kejuaraan, tahu. Rasanya kurang sopan kalau kita ganggu latihannya. Lebih baik jangan. Franky bisa gugup kalau ditonton sama kamu.” Balas Arima.
“Hmm, benar juga sih. Kalau aku mengganggu, nanti dia benci aku, ya. Kalau begitu kau saja yang jadi penggantinya.” Jawab Kaori.

Lalu mereka pulang dengan sepeda sambil berboncengan, tak lama kemudian hujan mengguyur mereka. Mereka mencari tempat teduh, setelah hujan berhenti mereka melanjutkan perjalanan hingga malam.

“Kami pulang malam, orang tuanya bakal marah engga ya?” Ucap Arima dengan wajah cemasnya.
“Hei, lihat! langitnya.” Jawab Kaori sambil menunjuk ke langit.
“Kau menghiraukanku?” Balas Arima.
“Bintangnya sangat indah. Rasanya seperti berkilauan kepada kita.” Ucap Kaori sambil menatap langit.
“Twinkle twinkle little star how I wonder what you are.” Ucap Arima dengan bernyanyi.
“Up above the world so high like a diamond in the sky.” Terus Kaori dengan bernyanyi.
“Twinkle twinkle little star how I wonder what you are.” Ucap mereka berdua sambil bernyanyi.

Sesampainya dirumah Kaori.

“Toko kue?” Ucap Arima dengan wajah bingung.
“Tunggu sebentar ya.” Terus Kaori.
“Aku mau langsung pulang.” Jawab Arima.
“Ada hubungan apa kau dengan putriku?” Tanya Ayah Kaori dengan wajah marahnya.
“A.. Aku…” Terus Arima dengan takutnya.
“Huh? Arima? Kau kan Arima!” Jawab Ayah Kaori sambil membawa Arima masuk ke dalam rumahnya.
“Meski hanya sisaan, kau harus memakannya ya.” Ucap Ibu Kaori.
“Terima kasih, bu.” Jawab Arima dengan wajah bingung.
“Kue percobaannya masih ada ya?” Ucap Ayah Kaori.
“Segini saja sudah cukup.” Jawab Arima.
“Orang tuaku adalah penggemarmu. Saat aku masih kecil mereka sering mendengarkan permainanmu.” Ucap Kaori sambil memakan kue.
“Aku sudah mendengarnya Arima, jangan tiba-tiba berhenti bermain. Perjuanganmu selama ini jadi sia-sia.” Ucap Ayah Kaori sambil memegang pundak Arima.
“Maaf pak.” Jawab Arima.

Sesudah makan dan keluar dari rumah Kaori.

“Ini untuk keluargamu.” Ucap Ayah Kaori sambil memberikan bingkisan kue.
“Terima kasih banyak atas makanannya.” Jawab Arima sambil menerima bingkisan kue.

Lalu Arima pun pulang dengan sepedanya. Tak lama kemudian Kaori berjalan menuju kamarnya, ketika sedang berjalan ia jatuh pingsan dan kepalanya terbentur lalu ia dibawa ke rumah sakit. Arima tidak tahu kalau Kaori pingsan dan dibawa ke rumah sakit lagi karena ia tidak mempunyai nomor telepon untuk menghubungi Kaori. Keesokan harinya Arima mendengar berita dari Rebecca kalau Kaori dibawa kerumah sakit lagi, ia pun langsung pergi menjenguk Kaori bersama Franky dan Rebecca.

“Kau selalu membuat kami khawatir.” Ucap Rebecca.
“Haha.” Jawab Kaori dengan tawanya.
“Nih kami membawakan kue caneles.” Ucap Rebecca.
“Terima kasih ya.” Ucap Kaori.
“Bagaimana kondisimu?” Tanya Rebecca.
“Baik sekali! Aku ke sini hanya untuk pemeriksaan saja.” Jawab Kaori dengan wajah semangatnya.
“Dua kali dalam waktu terdekat.” Ucap Arima dalam hati.
“Baru beberapa hari yang lalu kau diperiksa juga, kan?” Tanya Arima.
“Kemarin hanya pemeriksaan singkat saja. Mereka meronsen kepalaku. Kali ini, aku harus lebih banyak istirahat untuk sembuh.” Jawab Kaori.
“Tapi, bikin kaget saja. Kamu tiba-tiba masuk rumah sakit.” Ucap Franky.
“Setelah aku jatuh dan kepalaku terbentur banyak darah yang keluar gitu deh. Aku sangat terkejut. Orang tuaku sangat ketakutan dan membawaku ke rumah sakit. Aku ini mudah kelelahan dan akhir-akhir ini aku banyak menghabiskan energi, sepertinya aku terlalu memaksakan diri.” Jawab Kaori.
“Aku makan ya kue canelesnya. Enak!” Ucap Kaori sambil memakan kue canelesnya.
“Saat makan pun, dia menghabiskan energi.” Ucap Arima dalam hati.
“Aku membawakanmu banyak buku! Tak ada yang bisa kamu lakukan saat di sini kan?” Ujar Franky sambil mengeluarkan semua buku yang ada di tasnya.
“Apa buku ini berasal dari perpustakaan? Apa kamu membawanya tanpa izin?” Tanya Rebecca.
“Ada buku tentang musik juga.” Ucap Franky.
“Buat apa membawa buku sebanyak ini?” Tanya Rebecca.
“Memang kenapa?” Tanya Franky.
“Soalnya. Kaori, kamu akan masuk sekolah lagi saat awal semester dua, kan?” Tanya Rebecca kepada Kaori.
“Iya, tentu saja.” Jawab Kaori.
“Perasaanku saja. Jawabannya barusan rasanya seperti sudah dia persiapkan.” Ucap Arima dalam hati.
“Aku pulang ya, Kaori. Nanti ketemuan di mimpi, ya.” Ucap Franky.
“Berisik. Dah.” Ujar Rebecca.
“Dah!” Jawab Kaori
“Aku tak punya waktu untuk membaca ini semua.” Ucap Kaori sambil membuka salah satu bukunya.
“Kaori, temanmu sudah pulang?” Tanya suster yang baru saja masuk ke ruangan Kaori.
“Iya.” Jawab Kaori.
“Kalau begitu, sekarang tak apa, kan?” Tanya suster tersebut.
“Iya, tolong infus aku kembali.” Jawab Kaori.

Keesokan harinya Arima menjenguk kembali Kaori.

“Hari ini ada festival, ya?” Tanya Kaori.
“Iya.” Jawab  Arima.
“Jangan berdiri saja, duduk sini.” Ucap Kaori.
“Ah iya. Tidak, aku berdiri saja.” Jawab Arima.
“Kau kelihatan gelisah sekali. Mencurigakan.” Ucap Kaori.
“Aku tak menyukai rumah sakit.” Jawab Arima.
“Kau akan baik-baik saja, kan? Kau tak berbohong mengenai pemeriksaanmu, kan? Kau takkan bilang kalau kau takkan pernah masuk sekolah lagi, kan? Kau akan memakiku lagi seperti waktu itu, kan? Kita akan mengobrol lagi, kan?” Ucap Arima dalam hati dengan wajah cemasnya.
“Tadi Franky ke sini. Ini yang dia bawakan untukku.” Ucap Kaori sambil menunjukkan kue canelesnya.
“Franky, ya?” Ucap Arima.
“Aku ingin mendengar permainan pianomu.” Ucap Kaori.
“Kau baik-baik saja, kan?” Ucap Arima dalam hati.
“Aku ingin sekali bermain denganmu lagi.” Ucap Kaori dengan mata yang berkaca-kaca.
“Kau akan baik-baik saja, kan? Kau tak berbohong mengenai pemeriksaanmu, kan? Kau takkan bilang kalau kau takkan pernah masuk sekolah lagi, kan? Kita akan bertemu lagi, kan? Ini kedua kalinya. Kau takkan meninggalkanku seperti Ibuku yang meninggalkanku, kan?” Ucap Arima dalam hati.
“Iya, kalau kau sudah sembuh. Aku harus latihan lebih keras lagi.” Ucap Arima.
“Oke!” Ujar Kaori.
“Sudah malam, aku pulang dulu ya. Dah.” Ucap Arima.
“Dah!” Jawab Kaori.

Lalu Arima meninggalkan rumah sakit. Beberapa hari Arima membawa kue untuk Kaori dan menjenguknya lagi. Ketika sampai di depan pintu kamar Kaori, ia mendengar suara perbincangan dan candaan antara Kaori dan Franky. Lalu ia pun balik ke rumah dan tidak jadi menjenguk Kaori. Dan saat di jalan pulang.

“Apa yang kupikirkan, membawakan kue caneles untuk anak pemilik toko kue. Untung saja aku tak memberikannya. Aku benar-benar bodoh.” Ucap Arima dalam hati sambil memakan kue caneles.

Kemudian suara dering telepon dari handphone Arima.

“Siapa?” Ucap Arima dalam hati sambil mengangkat telepon.
“Dasar! Ga punya perasaan! Franky saja selalu menjengukku. Kenapa kau tidak muncul sekalipun? Jahat!” Ucap Kaori dalam telepon.
“Huh? Bagaimana bisa? Aku tak pernah memberikan nomo…” Ucap Arima.
“Akhir-akhir ini aku pikir aku tak mendengar suaramu sama sekali. Kau sekarang sedang memakan sesuatu, kan?” Terus Kaori dengan memotong pembicaraan Arima.
“Iya, kue caneles.” Jawab Arima.
“Aku mau kue caneles.” Ucap Kaori.
“Nanti kubawakan untukmu.” Jawab Arima.
“Benarkah? Janji loh ya.” Ucap Kaori.
“Iya.” Terus Arima sambil menutup teleponnya.

Tengah malamnya Kaori keluar dari kamarnya ingin buang air kecil. Lalu tiba-tiba ia terjatuh, ia ingin bangun lagi tetapi kakinya tidak mau bergerak. Ia berusaha berdiri dengan pegangan pinggiran rumah sakit. Tapi ia tidak sanggup dan terjatuh lagi, ia pun menangis. Lalu para suster melihat ia dan membawanya keruangannya. Beberapa hari kemudian Arima pulang dari sekolah, tiba-tiba ia bertemu dengan Kaori.

“Oh iya, aku harus membawakannya makanan manis. Caneles yang sangat kau sukai. Padahal hatiku belum siap. Dan tiba-tiba saja kau muncul.” Ucap Arima sambil berjalan lalu berhenti ketika ia melihat Kaori.
“Oh! Siapa ya?” Tanya Kaori.
“Lupa ingatan? Apa karena kepalamu terbentur?” Terus Arima.
“Maaf deh, karena akhir-akhir ini aku tak melihatmu. Kau tak pernah menjenguk dan orang tak berperasaan mudah dilupakan.” Ucap Kaori dengan wajah marahnya.
“Hei, Franky mana? Aku sedang menunggu Franky.” Tanya Kaori sambil berjalan melewati Arima.
“Franky masih di sekolah, tadi dia masih di kelas.” Jawab Arima.
“Aku malaikat berhati baik. Orang tak berperasaan sepertimu akan kuberikan kesempatan untuk menebus kesalahan. Aku menunjukmu sebagai penggantinya. Kau saja cukup. Tasmu juga kelihatan besar.” Ucap Kaori.

Lalu mereka pergi ke mall untuk berbelanja.

“Oh ini, minumanmu.” Ucap Arima sambil menyerahkan sebotol air minum.
“Oh, aku sudah membuatmu membawakannya dari tadi.” Terus Kaori dengan memegang sebotol air minum dan jatuh karena genggamannya tidak kuat.
“Dasar.” Ucap Arima sambil mengambil sebotol air minum yang terjatuh.
“Seragam? Jadi dia masuk sekolah hari ini? Sepertinya aku hanya terlalu khawatir.” Ucap Arima dalam hati.
“Loh? Tas sekolahmu mana?” Tanya Arima.
“Huh? Ayo kita ambil.” Jawab Kaori.

Mereka pun pergi ke sekolah untuk mengambil tas Kaori.

“Wah! Gelap sekali! Seramnya!” Ujar Kaori.
“Merepotkan saja, meninggalkan tasmu di sekolah.” Ucap Arima.

Ketika sampai di ruang kelas.

“Tasmu mana?” Tanya Arima.
“Apa disebelah situ ya? Tidak, apa disebelah situ ya.” Jawab Kaori dengan wajah kebingungan.
“Kau berbohong! Kau berbohong padaku!” Ucap Arima.
“Tasku tidak di sekolah.” Jawab Kaori.
“Kalau dipikir-pikir tadi siang dia tak membawa tas juga.” Ucap Arima dalam hati.
“Hari ini kau masuk sekolah, kan?” Tanya Arima.
“Untuk hari ini saja mereka membiarkanku keluar. Maaf. Apa pun yang terjadi, aku ingin ke sini. Karena aku mulai melupakannya.” Jawab Kaori.
“Aku yang seharusnya minta maaf. Seharusnya kau bersama Franky, bukan pengganti sepertiku. Padahal hanya hari ini kau dibolehkan keluar.” Ucap Arima.
“Apa kau akan lupa, pada gadis yang diam-diam keluar rumah sakit dan menunggumu. Apa kau akan lupa padanya?” Jawab Kaori.
“Aku takkan lupa. Sampai mati pun, aku takkan lupa.” Ucap Arima.
“Iya, syukurlah aku bersamamu.” Jawab Kaori dengan tubuh yang hampir jatuh.
“Apa kau baik-baik saja?” Tanya Arima sambil menahan tubuh Kaori yang hampir jatuh.
“Aku hanya sedikit kelelahan.” Jawab Kaori.

Kemudian Arima mengantarkan Kaori ke rumah sakit menggunakan sepedanya.

“Seharusnya tidak boleh berboncengan menggunakan sepeda sekolah.” Ucap Kaori.
“Kalau ketahuan, kita akan dapat masalah.” Jawab Arima.
“Ini bukanlah hari yang tak berarti. Aku harap waktu berhenti saja, ini hari yang indah. Terima kasih. Menemaniku belanja, mengitari sekolah di malam hari, diantar pulang oleh lelaki, bintang pun terlihat berkelap-kelip.” Ucap Kaori lalu mengeluarkan air mata.
“Apa karena dingin ya? Kata-katamu terasa hangat. Rasanya kau seperti semakin dekat saja denganku. Mau jadi pengganti Franky atau apa pun itu tak masalah. Aku ingin selamanya seperti ini. Aku tak bisa tanya kenapa dia menangis.” Ucap Arima dalam hati.

Ketika sampai di ruangan Kaori.

“Aku hanya ingin mengatakan. Aku tak cukup baik untuk menutupinya.” Ucap Kaori sambil duduk di kasurnya
“Ini bohong. Ini bohong.” Ucap Arima sambil membayangkan yang ia lihat sama seperti ibunya.
“Maaf ya. Aku membuatmu mengingat hal yang tak ingin kau ingat. Kalau begini, lebih baik kita tak usah pernah betemu.” Ucap Kaori.

Keesokan harinya ketika Arima keluar dari kelas.

“Aku mau menjenguk Kaori di rumah sakit. Ikutlah denganku.” Ucap Franky.
“Aku tidak ikut.” Jawab Arima.
“Tak perlu memikirkan kami. Ikutlah saja.” Ucap Franky.
“Sudah kubilang aku tak ikut!” Jawab Arima.
“Kau kenapa sih? Padahal Kaori sudah banyak melakukan hal untukmu. Kenapa kau menghindarinya?” Tanya Franky.
“Franky, apa yang harus kulakukan? Aku tak bisa mengatakan apa-apa. Harus bersikap apa saat aku menemuinya?” Tanya Arima sambil menahan tangis.
“Ini hanya pendapatku, tapi kurasa kau memang harus menemui Kaori. Kalau aku yang dibutuhkannya, akan kulakukan apa saja. Jika itu untuk gadis yang kusukai, meminum air lumpur pun akan kulakukan. Tapi, kurasa yang dibutuhkan Kaori bukanlah aku. Orang yang dia butuhkan itu adalah kau Arima.” Jawab Franky.

Lalu Arima sendiri yang menjenguk Kaori, dan sampai ke rumah sakit dan ke ruangan Kaori.

“Kukira kau takkan datang lagi.” Ucap Kaori.
“Karena aku sudah janji akan membawakan kue caneles.” Jawab Arima sambil menyerahkan kue caneles.
“Semuanya sehat-sehat saja, kan?” Tanya Kaori
“Yah, begitulah.” Jawab Arima.
“Aku tak tahu apa yang akan kukatakan.” Ucap Arima.
“Kembali seperti dulu saja. Kau cukup melupakan segalanya, sama seperti menekan tombol reset. Tap tap gitu. Kalau begitu, hatimu akan bebas. Tak ada artinya kau mengingatku. Apalagi mengingat violinis yang tak bisa memegang busurnya lagi. Itu tak ada artinya.” Jawab Kaori dengan mata berkaca-kaca.
“Kenapa.. kenapa kau mengatakan hal seperti itu? Setelah berteriak dan memukulku berulang kali. Setelah memaksaku untuk naik ke atas panggung lagi. Setelah membuat kenangan bersama yang tak ingin kulupakan.” Ucap Arima dalam hati.
“Kau tak bertanggung jawab!” Ucap Arima sambil memakan kue canelesnya.
“Kenapa kau makan kuenya! Aku sudah memintanya, kan.” Ucap Kaori dengan marahnya.
“Tapi aku yang membawanya. Aku tak kenal orang sepertimu!” Ucap Arima sambil memakan kuenya dan keluar dari ruangan Kaori.
“Tunggu. Kau sungguh orang yang aneh.” Ucap Kaori sambil tertawa.

Setelah keluar dari rumah sakit.

“Menyebalkan, menyebalkan, tapi ini tetap menyedihkan. Padahal kau sudah banyak melakukan hal untukku. Apa tak ada yang bisa kulakukan padamu?” Ucap Arima dalam hati.

Lalu Arima terus latihan piano untuk mengekspresikan kesedihan dia dan kekesalan dia. Setelah berhari-hari ia pun sudah dapat mendengar suara dari suara pianonya tersebut. Ia bermain dengan begitu indahnya dan ada satu juri pun yang mengundang Arima untuk bersekolah musik di luar negeri nantinya. Ia pun menolak tawaran tersebut, karena masih ada sahabatnya dan dia sudah berjanji kalau Kaori nanti sudah sembuh ia akan bermain bersama lagi. Saat di ruang dokter Kaori ingin meminta untuk dioperasi. Walaupun kemungkinannya kecil.

“Saya ingin melakukan operasi. Meskipun itu hanya memberiku sedikit tambahan waktu, meskipun hanya ada sedikit harapan, saya rela untuk melakukan apa saja. Saya bertemu dengan seorang anak laki-laki di bulan April. Dia menangis, marah dan berusaha sangat keras, tapi di atas panggung, dia bersinar seperti bintang, dan hidupnya seperti melody yang indah. Saya sudah berjanji akan bermain musik dengannya. Karena itulah saya juga ingin berjuang sekeras mungkin. Meskipun ini hanya sia-sia dan tak berarti, saya akan berjuang, berjuang dan berjuang lebih keras lagi! Jika aku terus menyerah. Saya takkan bisa melihat wajah orang tua saya yang sudah melahirkan dan membesarkan saya. Karena ini adalah hidupku. Jika saya menyerah sekarang, saya ini menyedihkan sekali.” Ucap Kaori sambil meneteskan air mata

Dan Kaori ingin Arima menjenguknya setiap hari. Lalu Arima pun pergi ke rumah sakit.

“Dia tidak ada.” Ucap Arima dan melihat kamar Kaori yang kosong.
“Apa-apaan sih dia. Padahal dia yang menyuruhku untuk menjenguk setiap hari. Mungkinkah kondisinya memburuk.” Ucap Arima sambil berjalan keluar rumah sakit.
“Kau kan Arima!” Ujar Ayah Kaori.
“Ayah dan Ibunya Kaori, lama tak bertemu.” Ucap Arima.
“Apa kamu menjenguk Kaori?” Tanya Ayah Kaori.
“Iya, tapi aku tak menemukannya di mana-mana.” Jawab Arima.

Lalu mereka pergi ke ruang rehabilitas.

“Ini semua berkatmu, Arima. Kaori yang sudah menyerah dan menjadi malas, sekarang mulai berjalan lagi. Selangkah demi selangkah” Ucap Ibu Kaori sambil melihat Kaori yang berusaha sedang berjalan.
“Aku tak melakukan apapun.” Jawab Arima.
“Iya benar. Yang kamu lakukan hanyalah berjuang sekeras mungkin. Dan perjuangan yang sudah kamu perlihatkan, telah menggetarkan hati Kaori. Karena perjuangan yang kau perlihatkan, Kamu telah memberikan warna pada hati Kaori yang abu-abu, jadi terima kasih Arima.” Ucap Ayah Kaori.

Lalu keesokan harinya Arima bersama Rebecca.

“Mau ke rumah sakit lagi?” Tanya Rebecca.
“Iya. Dia menyuruhku untuk menjenguknya setiap hari.” Ucap Arima.
“Huh? Franky? Dia habis menjenguk Kaori ya?” Ucap Rebecca sambil melihat Franky jalan.
“Hari ini akan hujan kita langsung pulang saja.” Terus Arima.
“Wah hujan. Turun juga akhirnya.” Ujar Rebecca.

Lalu mereka pun berteduh.

“Kau tadi tidak mau kan menjenguk Kaori? Karena ada Franky.” Tanya Rebecca.
“Bukan karena itu.” Jawab Arima.
“Pembohong.” Terus Rebecca.
“Yah habisnya, kita tidak boleh mengganggu mereka, kan? Lagipula ini kesempatan mereka berduaan.” Jawab Arima.
“Tidak! Kau hanya tak menyukainya!” Terus Rebecca.
“Arima. Kau menyukai Kaori.” Ujar Rebecca dengan wajah cemburunya.
“Iya.” Jawab Arima.
“Kau bodoh ya? Kaori itu menyukai Franky tahu! Dan akan seperti itu. Kau seharusnya jangan berharap lebih untuk bersamanya.” Ucap Rebecca.
“Aku tahu.” Jawab Arima dengan senyumnya.
“Jika soal wanita yang kau hadapi adalah Franky, kau takkan punya kesempatan sedikitpun untuk menang!” Ucap Rebecca.
“Aku tahu.” Jawab Arima dengan senyumnya.
“Kau itu bodoh ya? Kaori itu menyukai Franky. Dan kau tidak punya pilihan selain mencintaiku!” Ucap Rebecca lalu menendang kakinya Arima dan lari meninggalkan Arima.

Keesokan harinya Arima bersama Franky menjenguk Kaori.

“Tumben sekali, padahal biasanya saat aku mengajakmu untuk menjenguknya, kau tidak mau.” Ucap Franky.
“Aku menghindarinya.” Jawab Arima.
“Hey, Franky. Aku sangat menyukai Kaori.” Ucap Arima.
“Bodoh! Aku tahu itu. Akhirnya kau mau bersaing juga denganku, ya?” Terus Franky

Disaat bersamaan beberapa suster menuju ke ruangan Kaori dengan peralatannya. Arima dan Franky yang melihat tangan Kaori sedang berpegangan pinggir kasur tiba-tiba terjatuh. Saat perjalanan pulang Arima syok berat melihat keadaan Kaori. Kaori langsung dimasukkan ke ruang ICU. Semua teman-temannya pun kaget mendengar kondisi Kaori. Saat di rumah, Arima terlihat lemas sekali. Lalu ia mendengar kabar bahwa Kaori dipindahkan ke kamarnya seperti semula, kemudian ia menjenguk Kaori.

“Mereka membawaku kembali ke ruanganku kemarin. Duh, parah. Itu pertama kalinya aku masuk ruang ICU. Disana tidak nyaman sekali. Kau melihat sisi yang memalukan dariku. Karena itulah aku menyuruhmu untuk tidak datang lagi ke rumah sakit.” Ucap Kaori lalu melemparkan boneka ke wajah Arima.
“Apa yang kau lakukan?” Tanya Arima dengan wajah murungnya.
“Jangan ke sini kalau hanya mau menunjukkan wajah murungmu. Kau hanya memperparah keadaanku! Oh kue caneles! Aku mau makan di luar!” Ucap Kaori.
“Dingin tahu.” Terus Arima.
“Aku tidak mau makan di kamar rumah sakit. Ayolah, ayolah, ayolah.” Jawab Kaori.

Kemudian Arima menggendong Kaori ke atas atap.

“Salju!” Ucap Kaori.

Lalu Kaori duduk di bangku atas atap.

“Apa kau bermain piano lagi?” Tanya Kaori.
“Iya.” Jawab Arima.
“Apa kau sudah latihan piano?” Tanya Kaori.
“Aku tidak latihan.” Jawab Arima.
“Sudah kuduga. Kau kehilangan keberanianmu.” Ucap Kaori.
“Aku tak bisa melakukannya lagi. Orang-orang yang kusayangi terus-terusan meninggalkanku. Musik mengambil orang-orang yang kusayangi dariku. Dan aku akan sendirian.” Terus Arima.
“Kan ada aku. Aku akan dioperasi. Aku akan berjuang sekeras mungkin. Berjuang, berjuang, berjuang seperti tak ada hari esok. Ini semua salahmu, semuanya pokoknya salahmu. Kita mempertaruhkan nyawa kita untuk berjuang karena kita adalah pemusik, kan?” Ucap Kaori.
“Alasan kenapa aku mulai berjuang. Alasan kenapa aku begitu ingin hidup.. itu semua salahmu. Kau membuatku terikat dengan waktu yang kuhabiskan bersamamu.” Ucap Kaori dalam hati.
“Tapi sudah seminggu aku tak menyentuh piano. Jari jariku…” Ucap Arima.
“Saat menjadi pengiringku juga begitu.” Ujar Kaori.
“Saat itu, aku masih memainkan piano untuk pekerjaaan sampinganku.” Terus Arima.

Saat Kaori berdiri, ia tiba-tiba terjatuh dan Arima menahannya.

“Kau ada di dalam diriku, Arima. Kau menyukai roti isi telur, kau menyukai susu sapi. Apa lagi yang kau suka? Serangga apa yang kau suka? Ada banyak hal yang tak kuketahui. Aku iri pada Rebecca yang tahu segalanya. Aku ingin lebih mengetahui tentang dirimu. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Jangan tinggalkan aku sendiri!” Ujar Kaori sambil menangis.
“Aku bodoh. Dia sangat kasar, kepribadiannya buruk, dia meninggalkan kesan yang buruk. Tapi dia cantik. Kau begitu cantik di bawah turunnya salju.” Ucap Arima dalam hati.

Keesokan harinya Kaori memulai operasinya. Lalu ternyata operasinya gagal. Tuhan tidak berpihak kepada Kaori dan ia meninggal. Keluarga serta teman-temannya terutama Arima tak bisa menahan tangis. Saat di makamnya.

“Jika kamu tidak keberatan, tolong terima ini.” Ucap Ibu Kaori sambil memberikan sepucuk surat dari Kaori sebelum ia meninggal.
“Terima kasih karena sudah membuat hidup Kaori berwarna.” Ucap Ayah Kaori.

Kemudian Arima membaca surat tersebut.

“Untuk Tuan Arima. Rasanya aneh sekali menulis surat untuk seseorang yang baru saja bersamaku. Kau orang yang jahat. Sampah, lambat, bodoh. Aku pertama kali bertemu denganmu saat berumur enam tahun. Itu saat di pertunjukkan piano sekolah. Anak laki-laki gerogi yang membuat penonton tertawa karena menjatuhkan kursi pianonya. Dia duduk di depan piano yang lebih besar darinya. Tapi saat dia memainkan not pertamanya, aku langsung terpukau mendengarnya. Suaranya seperti palet 24 warna. Melody-nya seperti berdansa. Aku sangat terkejut saat anak perempuan yang duduk disampingku menangis kencang. Meski begitu, kau berhenti bermain piano. Padahal kau sudah mempengaruhi hidupku. Kau jahat sekali. Jahat! Lambat! Bodoh! Saat aku tahu kita satu SMP, aku sangat senang. Bagaimana caranya agar aku bisa bicara denganmu? Apa aku beli roti isi saja setiap hari? Tapi pada akhirnya, yang bisa kulakukan hanyalah memandangimu dari kejauhan. Soalnya semua orang terlihat dekat sekali dengamu. Tak ada ruang sedikitpun untukku masuk. Saat aku kecil aku pernah dioperasi lalu sering dirawat di rumah sakit. Setelah aku jatuh pingsan saat kelas 1 SMP, aku jadi lebih sering keluar masuk rumah sakit. Dan aku pun dirawat jadi menjadi lebih lama. Aku jadi banyak bolos sekolah. Aku tahu kalau kondisi tubuhku tidak begitu baik. Suatu malam, aku melihat Ibu dan Ayahku menangis di ruang tunggu rumah sakit, aku sadar kalau waktuku tak banyak lagi. Saat itulah aku mulai berlari. Aku mulai melakukan apa pun yang kumau, supaya aku tak membawa penyesalan ke surga. Aku tak takut lagi untuk memakai lensa kontak. Memakan banyak kue yang sebelumnya tak bisa kulakukan karena khawatir dengan berat badanku. Partitur musik yang selama ini selalu mengaturku sekarang aku memainkannya dengan caraku sendiri. Lalu aku mengucapkan suatu kebohongan, kalau Kaori menyukai Franky itulah kebohonganku. Kebohongan itu membawanya ke depanku. Arima, itu membawamu padaku. Sampaikan permintaan maafku pada Franky. Sebagai teman, dia menyenangkan. Tapi sepertinya, aku lebih menyukai orang yang setia. Dan juga sampaikan permintaan maafku pada Rebecca. Aku hanyalah seseorang yang kebetulan lewat dan akan langsung menghilang. Aku tak ingin meninggalkan kesan yang aneh, jadi aku tak bisa memintanya pada Rebecca. Atau, meskipun aku secara langsung memintanya tolong kenalkan aku pada Arima. Aku yakin Rebecca takkan menerimanya. Lagipula Rebecca sangat menyukaimu. Semua orang tahu itu. Kau takkan menekan tombol resetnya kan? Kebohongan licik yang membawamu padaku tak pernah kubayangkan sebelumnya. Kau jauh lebih suram dan murung dari yang kuduga. Kau juga keras kepala dan tak kenal lelah. Suaramu jauh lebih pelan dari yang kuduga, dan jauh lebih jantan dari yang kuduga. Namun sesuai dugaanku kau pria yang baik. Saat kita bernyanyi Twinkle, Twinkle, Little Star rasanya menyenangkan sekali ya? Arima, aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu. Maaf aku tak menghabiskan kue canelesnya. Maaf aku sudah banyak memukulmu. Maaf aku sudah egois. Tolong banyak maafin aku ya. Terima Kasih banyak.”



SAD ENDING


BOOM!
Link Download Anime ini Cuss

{ 33 komentar... read them below or Comment }

  1. Niat bnget bkinnya wkwk tapi mantab lah wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aslinya tugas om wkwk ane kirim aja ke blog wkwk

      Hapus
    2. Bagus gan, kapan" bkin lagi :v

      Hapus
    3. Maaf boleh tanya cerpen ini sudut pandang nya sudut pandang orang ke berapa ya

      Hapus
  2. bagus bagussT_T tapi ceritanya kalok gak ada waktu tournament rasanya kurang tapi yak apa lgi sulit ya hehehehe....bagus lah pokoknya kapan kapan buat lagi ya trimakasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks haha kalo ada tournamentnya panjang om hehe

      Hapus
  3. maaf kalau boleh tau ini berapa kata ya bang?? +2500 atau -2500??

    BalasHapus
  4. izin save bang,, buat tugas b.indo. kebetulann ttng cerpen ...hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang boleh ya bang, soalnya aku ketik di google "cerpen tentang anime" keluarnya artikel ini. Btw aku smp kelas 9

      Hapus
  5. GG banget~ boleh di jadiin tugas cerpen ga?? ._.

    BalasHapus
  6. Halo bang saya dari masa depan,dan terima kasih atas cerpen your lie on April nya bang

    BalasHapus
  7. Izin nyontek bang,buat tugas bahasa indo :)

    BalasHapus
  8. izin buat tugas b indo

    BalasHapus
  9. Ini brapa halaman? Klo di buat buku?

    BalasHapus
  10. Mohon maaf boleh bertanya? Siapa nama pengarang nya? Saya akan memakai cerpen ini untuk tugas sekolah

    BalasHapus
  11. Bang gw print buat tugas sekolah ya bang😁

    BalasHapus
  12. Izin pakek ya bang, buat tugas b indo wkwkwkkw

    BalasHapus
  13. nama pengarang nya siapa?

    BalasHapus
  14. bang pinjem buat tugas b indo yaa

    BalasHapus

Rifqi Khan. Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Semua tentang Anime -Black Rock Shooter- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan